Bedanya natal di Indonesia dan di Amerika itu satu: euforia. Kerasa banget euforia orang-orang bahagia sekali untuk menyambut natal. Yaiyalah..Indonesia kan mayoritas penduduknya muslim. Kapan juga aku pernah ngerayain natal waktu di Indonesia. Toh juga sebagai seorang muslim memang aku tidak seharusnya ikut merayakan hari besar agama lain, namun cukup menghargainya. Tapi, akhirnya for once in my lifetime, I celebrated christmas with my host families in the US. Really to respect them.
Natal di Amerika tuh, orang-orang udah pada nyiapin sebulan sebelum hari itu tiba. Jadi setelah Thanksgiving Day selesai, rumah udah langsung didekorasi untuk menyambut natal. Begitu juga dengan keluargaku. Kami langsung bergegas untuk mendekorasi rumah di hari Sabtu. Mengambil pohon natal yang berhibernasi di basement. Menaruhnya di pojok ruang tamu. Menggantungkan pernak-pernik di atasnya. Tidak hanya pohon buatan, pohon cemara di pekarangan rumah juga kami dekor dengan meliltkan lampu dan beberapa riasan pohon natal.
Di dekat tungku perapian, host mom ku meletakkan kaus kaki Santa yang masing-masing diberi nama anak-anak. Aku dan Meriem, my double placement sister from Tunisia, dibuatkan yang baru. Punya kami digantungkan di dekat kaos kaki adik-adikku.
Waktu itu, aku ngga ngerasain yang namanya White Christmas – sebutan untuk malam dan hari natal yang diguyur butiran salju. Kami sekeluarga berlibur ke Florida dan merayakan natal di sebuah rumah yang kami sewa. White Christmasku berganti menjadi Yellow Christmas. Bukannya diguyur salju malah diguyur pasir. But still, it was one of the best day of my life; going down to Florida, getting vitamin sea and experincing DISNEY WORLD.
Christmas Eve atau malam menunggu natal tiba jadi favoritku. Adik-adikku memberi tahu informasi amat penting. Tentang sebuah web yang menunjukkan keberadaan santa clause sepanjang hari sebelum natal. Jadi web itu menunjukkan dia udah singgah untuk kasih kado dimana aja. Nama websitenya noradsanta.org. Padahal sebenernya di website itu yang keliatan cuma globe sama gambar santa yang kecil banget.
*note: Aku ga percaya santa clause itu ada ya. Itu cuma buat iseng-isengan doang karena adikku keep eye on them like every single hour.
Besok paginya setelah bangun tidur, tiba-tiba di bawah pohon natal kecil yang dibawa Grandma udah ada banyak kado aja. Hari-hari di Florida dihabiskan dengan main ke pantai dan makan seafood. It helped me a bit of my homesick. Selama di Amerika, makan seafood seperti ikan, cumi, udang, kepiting, dll menjadi aktivitas yang langka. Keluarga angkat emang jarang masak seafood since they live in Western Area.
A few days later, we headed home. Natal belum berakhir. Acara keluarga dengan The Horners dan The Wilsons masih berlanjut dengan segala kado-kadonya. Bukan natal namanya kalo kado bukan hal utama. Kado yang dikasih tuh bener-bener buanyak banget. I never expected I would get this much gifts yet I am so thankful for what God gave me through this lovely family.
Waktu itu prosesi buka kado natal terjadi di rumah Grandma Wilson. Sampai di momen ketika perlahan aku buka kado baju kaos warna hitam, Grandpa tiba-tiba berceletuk, “You told me the other day about owning at least one stuff not made in China. So, we bought you that shirt.” In that very moment, I was speechless. Ketika bermain di Disney World Florida, aku sempat berbagi cerita dengan Grandpa kalau di kota tempatku tinggal terdapat banyak sekali toko-toko yang dimiliki oleh orang Cina. Aku pribadi heran kenapa mereka sehebat itu menguasai pasar hingga ke seluruh penjuru dunia. Bahkan sudah jauh-jauh ke Amerika tetap saja yang kutemui banyak barang-barang made in China.
Aku katakan pada Grandpa aku ingin sekali punya barang yang tidak “made in China”. Akibat celotehanku Grandpa dan Grandma berusaha mencari baju tanpa label buatan China. Mereka bercerita bahwa untuk mendapatkan baju yang tidak ada label Made in China begitu sulit sampai mereka harus mengitari tempat belanja sejam lamanya hanya untuk mendapatkan baju “Made in Vietnam”.
Sejak saat itu aku paham bahwa ketika seseorang benar-benar menyayangi orang lain, mereka rela melakukan apa saja untuk membuat orang tersebut bahagia. Meski harus merumitkan diri sendiri. Itulah yang disebut kasih sayang. Pada akhirnya, family always comes first. Tidak peduli ras, keyakinan, bahasa, sedarah atau tidak. Mereka sudah menganggapku bagian dari keluarga mereka. Bagiku, sekali menjadi keluarga selamanya tetap keluarga.
That Christmas would be the first and the last Christmas I ever had in my entire life. It was definitely beautiful and memorable. One said, There is no better or worse, it’s just different. We have different beliefs and culture yet we still love and respect one another.

Comments