Di malam Halloween, salju pertamaku turun. Kala itu masih Oktober. Kalau berdasarkan waktu, sebenarnya terlampau cepat karena belum masuk musim dingin. Winter biasanya dimulai bulan Desember. Entah kenapa waktu itu semesta ingin aku merasakannya lebih cepat. Walaupun kalau diingat-ingat, di musim gugur saja tubuh tropikalku sudah gopoh diterpa suhu di sekitaran 7-15 derajat, Celcius ya bukan Fahrenheit.
Sungguh, berbulan-bulan tinggal di Amerika, aku belum terbiasa ukuran temperatur ini. Indiana memang cukup terkenal dengan cuacanya yang tak terduga. Terkadang sudah masuk musim semi di bulan April, tapi bisa saja segerombol salju menghantam dataran Indiana. Salju pertamaku hanya berupa butiran-butiran kecil yang disebut snowflakes. Sedikit sekali dan tak bisa dikategorikan hujan salju pertama.
Setelah hari itu, salju tak lagi turun hingga akhir Desember. Bahkan sebelum berangkat ke Florida, aku harap-harap cemas menunggu si putih ini. Karena salju yang ku saksikan di film Home Alone 1, 2, dan 3 semuanya turun di bulan Desember. Benar sekali kata orang-orang di sini pikirku, Indiana memang ibarat sikap si dia, tak bisa diduga.
Awal Januari kami kembali ke rumah. Selang beberapa hari, akhirnya hujan salju turun mengagumkan. Aku menyaksikan langsung butiran-butiran itu jatuh dari langit. Indah sekali. Putih dan menumpuk di permukaan tanah dan jalan. Tak pernah kubayangkan seumur hidupku akan benar-benar melihat salju live lewat kedua mataku. Saat host mom berteriak, “Cut and Meriem, it’s snowing!!”, sontak kami berdua sorak-sorai histeris dan berlarian keluar rumah.
Di saat itu pula, aku langsung mengingat semua berkah yang sejauh ini kudapat. Membuatku tertegun dengan perkataan Andrea Hirata, “Bermimpilah maka Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu”. Dialah sumber inspirasi lewat tetralogi Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, dan Edensor. Sepertinya Maryamah Karpov belum kuselesaikan hingga saat ini. Juga lewat trilogi yang ditulis Ahmad Fuadi: Negeri 5 Menara, Ranah 3 Warna, dan Rantau 1 Muara. Lewat tulisan mereka, aku yakin aku harus menjelajahi dunia.
Salju itu mirip es serut. Kalau kalian bisa bayangkan sebuah bongkahan batu es kemudian diserut akan menghasilkan butiran-butiran es yang ditaruh memenuhi segelas es campur, kurang lebih begitulah salju. Bedanya, salju lebih lembut ketika baru turun. Baru lama-kelamaan akan mengeras. Aku bahkan melahapnya kegirangan. Salju biasanya turun pada temperature 0⁰ Celsius (32⁰ Fahrenheit) atau tidak jauh dibawahnya. Suhu terendah yang pernah aku rasakan adalah -25⁰ Celsius. Wasn’t that insane?! Dinginnya menusuk hingga tulang. Temanku yang berada di Alaska bahkan pernah hingga lebih dari -25⁰ Celsius.
Saat winter amunisi berupa baju berlapis 2 atau 3 bukan hal baru lagi bagiku. Aku ingat betul ketika sampai di Amerika, aku kalap membeli baju persiapan musim dingin padahal baru masuk musim gugur. Tanpa memikirkan sisa uang di dompetku. Meski menggigil, banyak hal menyenangkan bisa dilakukan saat winter. Salah satunya sledding. Aktivitas meluncur dari bukit dengan sebuah papan seluncur. Indiana tidak punya tempat bermain ice-skating. Jadi sledding pun sudah cukup memenuhi hasrat menjadi pemain ski.
Kini, aku tidak hanya melihat Olaf di film Frozen, aku bahkan bisa membuatnya, boneka saljuku sendiri. Kupakaikan topi berwarna bendera Jerman yang aku beli saat transit di bandara Frankfurt, ganteng sekali pikirku. Di atas timbunan salju, aku juga bisa membuat snow angel, malaikat salju.
Sering kali di saat musim dingin sekolah-sekolah terpaksa di-cancel atau 2-hour delay, sekolah masuk 2 jam lebih lama dari jadwalnya. Tidak ada yang lebih menyenangkan dari bangun pagi yang tertunda. Para pekerja juga biasanya harus work from home karena kondisi jalan yang ditutupi salju berinci-inci. Siapa yang mau terjebak di tengah-tengah salju atau bisa tergelincir hingga kecelakaan? Itulah kenapa sekolah dan tempat kerja harus ditutup jika tebal salju sudah tak aman untuk dilewati.
Biasanya, ketika salju turun sehingga sekolah harus cancel dan weekend in the winter, kami senang menikmati s’mores yang marshmellownya dibakar di tungku perapian. Tak lupa segelas coklat hangat. Dinikmati sambil memandang kagum butiran-butiran es yang hanya bisa disaksikan di negara beriklim subtropis dan sedang.
Anehnya, orang Amerika yang tinggal di bagian utara sebenarnya tidak begitu menyukai musim dingin yang terlampau lama. Memang setiap hal di dunia sudah ada porsinya. Tidak berlebihan atau kekurangan. Kata mereka, “Winter is beautiful, but not if it lasts long enough.” They enjoy it when it is sunny outside. Dikarenakan saat musim salju pergerakan mereka jadi terbatas. Tapi bagiku, jika aku bisa berada di Amerika selama setahun penuh aku ingin terus menerus bersalju. Hehehe.

Comments