Pernah nggak sih, kalian merasa nggak tau mau jadi apa? Kok hidup gini-gini aja? Mau kerja tapi pekerjaan gimana yang sesuai kemampuan dan keinginan? Udah kerja juga, tapi masih ngerasa ada yang kurang dalam hidup ini tapi nggak tau apa? Pilihanku tepat nggak ya? Hidup mau dibawa kemana? Atau bahkan pertanyaan paling esensial, tujuan hidupku sebenarnya untuk apa.
Hey, kalau kalian pernah merasakannya, bisa jadi kalian sedang mengalami Quarter-Life Crisis (QLC). Seorang psikolog klinis, Alex Fowke, menyebutkan bahwa Quarter-Life Crisis adalah kondisi dimana seseorang merasa bingung, khawatir, dan kecewa terhadap hal yang berkaitan dengan cinta, keuangan, dan lainnya yang terjadi pada seperempat hidup seseorang. Kenapa seperempat hidup? Karena biasanya krisis ini terjadi di usia awal 20-an hingga 30-an.
Dalam kondisi ini, kamu akan terjebak dalam ketakutan dan kekhawatiran yang bikin galau terus menerus. Berdasarkan survey LinkedIn tahun 2017, terdapat 72% anak muda di Inggris mengalami Quarter-Life Crisis.
QLC menyapa hidupku di tahun 2017 saat berusia 20 tahun. Saat itu, aku ikut banyak kegiatan kampus dan menjadi relawan komunitas. Namun, pada waktu yang bersamaan, aku juga merasa hampa, hidupku kayak nggak ada gunanya, aku merasa salah jurusan, dan berbagai perasaan negatif lainnya. Kenapa sih ini bisa terjadi?
Ada beberapa faktor yang bisa jadi pemicu Quarter-Life Crisis, yaitu sebagai berikut.
1. Tidak Mengenal Diri Sendiri
Di umur 20an ini, seberapa sering sih kalian membandingkan diri dengan orang lain? Misalnya, melihat orang bikin gerakan sosial, jadi pengen. Melihat orang buka usaha, jadi pengen. Melihat orang jadi Youtuber, jadi pengen. Kamu jadi cenderung ingin mengikuti teman-teman yang kamu anggap sukses melakukan pekerjaan mereka atau bahkan yang baru mulai. Kebanyakan ikut-ikutan.
Ditambah lagi dengan perkembangan teknologi yang membuat kehidupan pribadi orang tampak tidak ada batas lewat media sosial. Media sosial telah banyak memengaruhi kondisi mental seseorang. Hal positifnya tentu banyak, tapi bisa memberi lebih banyak pengaruh negatif kalau kamu nggak bisa menyaring mana yang perlu kamu lihat dan mana yang tidak.
Hal ini bisa terjadi karena kamu nggak kenal diri kamu sendiri. Kamu juga nggak tahu tujuanmu sebenarnya apa. Kamu bingung kemampuan kamu apa dan keinginanmu apa saja. Ini bisa disebut juga dengan krisis identitas yang dikenalkan oleh psikoanalis Erik Erikson sebagai kondisi dimana seseorang menuju proses kedewasaan dan mulai mempertanyakan apa arti keberadaan mereka di dunia.
2. Antara Berbagai Pilihan dan Ekspektasi Sosial
Forbes menjelaskan bahwa generasi terdahulu bisa jadi melihat tujuan bekerja mereka adalah semata-mata mendapatkan uang. Sementara sebagian milenial saat ini mencari pekerjaan bukan sekadar memeroleh uang saja tapi dapat memenuhi kebutuhan dasar tingkat paling tinggi manusia menurut Maslow yaitu aktualisasi diri, dimana sesorang mendapat pekerjaan yang disukai atau sesuai dengan mimpi mereka. Dan berbagai pilihan terbuka lebar saat ini.
Di samping itu, ekspektasi dari keluarga, teman dan saudara juga sering menjadi jurang pemisah. Orang-orang terdekat mempunyai ekspektasi bahwa seseorang seharusnya mendapat pekerjaan ini, mendapat pasangan seperti ini, punya kehidupan seperti ini, dan lain sebagainya. Seringkali, hal ini menjadi benturan bagi seseorang untuk menentukan langkah selanjutnya. Padahal, control ada pada diri kamu sendiri.
Maka, untuk melewati masa Quarter-Life Crisis, aku melakukan hal-hal di bawah ini yang kamu juga bisa ikuti.
1. Refleksi Diri
Kamu bisa mencoba untuk melakukan refleksi diri untuk mengenali diri kamu lebih dalam. Coba ingat-ingat lagi apa hal yang membuat kamu bahagia, sedih, takut, kecewa. Nilai-nilai apa yang kamu pegang dalam hidupmu. Identifikasi hal apa saja yang kamu suka dan tidak suka. Apa yang sudah kamu lakukan di hidupmu termasuk segala pencapaian baik.
Ingat, fokus merefleksi dirimu. Bukan diri orang lain. Membandingkan pencapaianmu dengan orang lain hanya membuang waktu. Dari sini, coba mulai tentukan tujuan hidupmu lewat segala hal yang pernah kamu lalui.
2. Menyusun Rencana dan Strategi
Setelah kamu tahu apa tujuan hidupmu, mulailah menyusun langkah-langkah bagaimana kamu akan meraih tujuan tersebut. Apa saja yang harus dipelajari dan dilatih, bagaimana cara melakukannya, apa pencapaian jangka pendek dan jangka panjang yang ingin dicapai.
Dengan begini, segala rencana kamu bisa diukur dan dievaluasi untuk mengetahui perkembangan diri kamu sejauh mana. Apakah ada yang perlu rencana dan strategi yang perlu diubah dan lain sebagainya.
3. Miliki Mentor
Iman Usman yang merupakan pendiri Ruangguru percaya bahwa mentor bagi anak muda sangat bermanfaat untuk perkembangan dirinya. Sampai-sampai Iman membuat beasiswa mentor lewat seleksi yang sangat ketat bagi pelajar dan mahasiswa. Karena Iman Usman yakin pemuda punya potensi besar untuk menjadi pemimpin-pemimpin bangsa sehingga mereka butuh dukungan seorang mentor.
Oleh karena itu, carilah mentor-mentor yang akan melihat blindspot atau hal-hal positif dan negatif dari dirimu yang tak bisa kamu lihat sendiri. Melalui para mentor, kamu bisa belajar lewat pengetahuan dan pengalaman yang mereka lalui. Sehingga bisa jadi pembelajaran untuk menentukan langkah kamu berikutnya.
Aku sendiri perlahan-lahan mulai keluar dari ketakutan dan kekhawatiran pada masa ini. Aku mempelajari diriku, menentukan apa-apa yang aku inginkan dalam hidup, mengasah kemampuan dan menikmati setiap langkah perjalanan.
Quarter-Life Crisis bisa terjadi lewat pengalaman yang berbeda pada setiap orang. Pada satu titik, kamu mungkin merasa ini adalah momen paling membingungkan dan penuh ketakutan dalam menjalankan hidupmu. Tapi, jika kamu menyikapi krisis ini dengan penuh strategi, QLC bisa menjaid titik balik di hidup kamu. Karena kamu mulai menemukan apa yang kamu inginkan, mengetahui kemampuanmu, dan tahu apa yang kamu tuju.
Sama dengan keinginan untuk menempuh perjalanan ke sebuah tempat, punya tujuan itu perlu agar tahu perjalanan kamu mau dibawa kemana. Bukan sekadar berjalan tanpa arah dan tujuan. Ingat, selalu ada kejadian di luar prediksi yang bisa terjadi. Jalanan rusak, hujan badai, kecelakaan, dan lainnya. Sehingga kamu harus berhenti, istirahat sebentar, lalu berkelana lagi. Tak perlu terburu-buru.
Kadang juga ada satu momen dalam perjalanan yang membuat kamu sadar kalau ternyata tujuanmu harus berubah. Entah karena tempat yang dituju sedang dalam masa perbaikan, destinasinya terlalu jauh atau kamu ingin menuju tempat lainnya.
Tapi, aku percaya perjalanan ini tidak melulu soal mencapai tujuan saja, hal terpenting adalah kamu menikmati setiap proses perjalanannya. Setiap kesulitan lewat jalan yang berbatu, setiap kemudahan lewat jalan tanpa berliku.
Semoga bisa melewati kekhawatiran hidup dan sampai tujuan!
Comments
Skrg pun adakalanya khawatir dan bingung mo ngapain lagi, kebanyakan cita2 kayaknya haha
Elva pikir setiap pribadi bisa merasakan emosi seperti yang dijelaskan di tulisan ini.
Semoga masyarakat semakin aware dan sehat jiwa raganya..🙂
orang jadi youtuber pun awak mau juga, orang buka usaha pun awak pengen juga.
tapi cepat-cepat tersadar diri sih. saya sudah punya hal-hal yang saya nikmati kok...
begicu... hehehehe
life crisis sesaat..